Perempuan itu menyebutkan para Aremania yang dalam keadaan mabuk itu mengejar, menghajar, bahkan sempat memburu seorang polisi yang berupaya menyelamatkan seorang anak kecil perempuan yang terjepit di pintu 3. Perempuan ini yang mengaku menyelamatkan polisi itu dengan memasukkannya ke dalam tokonya.
"Nah si Pak Arif ini nolong (anak yang terjepit), tapi dipukuli kepalanya. Kenapa saya tahu? Karena saya selamatkan di toko saya, yang namanya Pak Arif ini. Polisi ini. Tak selamatkan. Malah saat itu dawetku iki, aku dodolan dawet, kate dikeprukne. Yo aku, 'lho, iki dawet mas, ojo, ojo, yo. Terus dideleh. Habis itu anak kecil ini sama Pak Arif ini diraupi, dicuci mukanya. Ndek tokoku, mas. Dadi terus masuk. Diuber karo bocah sing iki mau, koyok jaran kepang kalap ngono kae. Dia sembarang wong digepuki, diantemi. Terus tambah lagi, tambah lagi, karena mereka mabuk. Dan banyak yang konsumsi obat terlarang. Gitu, lho," demikian narasi yang disampaikan suara perempuan penjual dawet yang viral itu.
Perempuan itu menyebutkan bahwa anggota polisi yang dia sebut bernama Arif itu adalah seorang personel kepolisian Kota Batu. Tidak hanya nama Pak Arif, seorang polisi Batu, perempuan itu juga menyebutkan nama lainnya. Salah satunya yang ia narasikan sebagai suporter yang meninggal, yang sempat dia tolong, bernama Masnawi.
"Wong suporter sakdurunge wis ngombe kabeh. Yang meninggal pun itu banyak yang berbau alkohol. Saya, yang saya tolong itu, ternyata Masnawi itu, juga pemabuk. Itu (Masnawi) temannya Wenda. Wenda itu koncoku juga," demikian narasi perempuan yang mengaku berjualan dawet itu.
Suara perempuan penjual dawet ini begitu meyakinkan. Ia juga menceritakan kisah di mana ada sejumlah polwan yang turut dia tolong, dia masukkan ke dalam tokonya, kemudian dia minta kepada para polwan itu untuk melepaskan seragamnya. Seolah-olah para suporter dalam tragedi Kanjuruhan itu memburu siapa pun yang berseragam polisi, yang dari narasi itu kemudian muncul kesan sangat mencekam bagi personel kepolisian yang sedang bertugas.
Bersamaan narasi polwan itu, perempuan itu juga sekilas menyebutkan narasi seorang polisi asal Sumbermanjing, Malang, serta cerita bagaimana personel polisi asal Trenggalek yang turut menjadi korban meninggal dalam peristiwa Tragedi Kanjuruhan itu dihajar di tribun. Ia sebutkan bahwa anggota polisi yang meninggal itu sempat ngopi di tokonya.
"Terus yang kedua, polisi yang dari Sumbermanjing. Saya hafal mukanya lupa namanya. Sampai bajunya itu, loh, mbak polwan-polwan itu yang masuk ke situ kami copoti semua bajunya. Kasihan. Diuber mas, karo suporter. Terus polisi yang satu ndek atas tribun yang dari Trenggalek itu, dihajar habis-habisan yang bapak siapa itu... yang beli kopi sebelum masuk njaga itu. Beli kopi di saya, ngopi disik," katanya.
Perempuan itu pun mengimbau agar masyarakat yang tidak tahu sendiri bagaimana kejadiannya tidak usah cerita macam-macam dan menambah-nambahkan cerita sembari menyebutkan bahwa yang meninggal karena bertengkar sendiri antarsuporter di Kendalpayak juga ada.
"Gelut karepe dewe, sesama suporter. Wis ta, lak nemen a wisan. Mohon maaf, jadi kalau bikin statement nanti tambah nggarai wong geger. Wis mending awak dewe diwasi ae, didungakne wae. Yang penting keluarga kita enggak ikut di dalamnya," katanya.
Berkaitan dengan suara perempuan yang viral itu, reporter detikJatim sudah berupaya menelusuri perempuan itu di sekitar pintu 3 tribun Stadion Kanjuruhan, Malang. Sayangnya, tidak ada satu pun pedagang dawet yang ada di sekitar lokasi seperti disebutkan suara perempuan yang beredar.
Tidak hanya itu, ada setidaknya 3 pedagang yang berada di sekitar lokasi itu, mereka menyebutkan bahwa di sekitar situ tidak pernah ada seorang pedagang yang berjualan dawet.
"Enggak tahu saya, mas. Kok kayaknya enggak ada, ya, yang jualan dawet di sini," ujar salah satu pedagang yang enggan namanya disebut.
Pantauan detikJatim di lokasi rata-rata pedagang di sekitar Stadion Kanjuruhan adalah pedagang kaki lima yang menjual mi instan dan kopi, juga pernah-pernik dan atribut Arema FC.
Sumber : detik